Teror dan Sikap Kita

Belum lama ini Jakarta di gegerkan dengan ledakan bom di Thamrin yang melibatkan kelompok teroris yang diduga berkaitan dengan ISIS di Suriah. Teror kali ini lebih nyata dengan aksi-aksi terbuka di jalanan yang baku tembak dengan pihak keamanan dibanding dengan bom Bali I dan II yang lebih tertutup sampai ledakan dahsyat terjadi. Apa yang melatari hingga para pelaku memilih aksi terbuka adalah sesuatu yang masih menjadi misteri. Tapi secara umum, pelaku teror biasanya ingin mendapatkan perhatian luas dari aktivitas ancaman mereka, baik perhatian media, warga maupun pemerintah. Disisi lain aksi-aksi terbuka dilakukan agar tujuan mereka dapat tercapai, dimana ancaman mereka sewaktu-waktu dapat dibuktikan dengan cara-cara kekerasan sehingga menciptakan rasa takut dimana-mana. Dengan cara itu, teror mereka setidaknya dianggap berhasil sekalipun tidak secara mutlak dapat melumpuhkan pemerintahan yang berkuasa.

Foto :  news.okezone.com
Disaat ledakan terjadi di Thamrin kemarin, fenomena lain yang tidak kalah menariknya adalah sikap warga kita yang seolah-olah tidak takut atau tidak gentar. Misalnya Pak Jamal yang berprofesi sebagai penjual sate, tidak bergeming ditempatnya dan tetap mengipasi sate jualannya sekalipun tidak jauh dari tempatnya terjadi ledakan. Sementara warga yang lain justru mendekat ke sumber ledakan sekalipun aksi Koboy antara pelaku dengan pihak keamanan sedang berlangsung. Sepertinya, mewujudkan keingin tahuan dari rasa penasaran dapat mengalahkan daripada ancaman peluru nyasar yang dapat saja mengenai orang-orang disekitar kejadian. Tapi lagi-lagi itu tidak cukup untuk mengurungkan niat warga. 

Pak Jamal dan para pedagang asongan tetap berjualan seperti tidak terjadi apa-apa. Hingga salah satu pemilik akun memposting foto pak Jamal dan pedagang asongan di media sosial sebagai icon sikap warga atas Teror 14/1 JKT dan itu memenuhu linimasa dimedia sosial. Dari gambar-gambar itu memunculkan sikap warga yang diekspresikan di media sosial dengan tagar #kamitidaktakut. Namun sebagian kalangan menganggap bahwa tagar #kamitidaktakut dapat diartikan sebagai upaya olok-olok warga kepada para pelaku teror dan sekaligus sebagai pesan kepada kelompok teroris bahwa warga Jakarta tidak merasa takut dengan aksi-aksi seperti yang terjadi di Thamrin.

Sebagai perbandingan, begal dan geng motor di Makassar tidak kalah menakutkannya dikarenakan telah cukup banyak korban. Di media sosial, salah satu grup facebook yang populer sekarang ini Info Kejadian Kota Makassar (IKKM) secara update menginformasikan kasus-kasus pembegalan dan itu biasanya diposting oleh netizen baik yang menyaksikan langsung kejadian ataupun sekedar meneruskan informasi yang diperoleh dari orang lain.

Suatu waktu ditahun 2015 silam, disaat maraknya aksi-aksi geng motor dan pembegalan, sebagian dari netizen mengekspresikan sikap mereka di media sosial dengan tagar #makassartidakaman. Dan tagar ini kemudian menjadi tranding topic di media sosial.

Dua tagar tersebut bentuk dari manifestasi sikap warga atas kasus yang sama-sama teror.Tapi pertanyaannya adalah mengapa sikap warga dua Kota ini berbeda dalam menyikapi teror?. Jika warga Jakarta sebagai ibu kota negara lebih kepada upaya mengolok-olok para pelaku teror atau setidaknya mengirimkan pesan kepada kelompok teroris bahwa ancaman mereka tidak menggentarkan warga Jakarta. Lain halnya dengan warga Makassar yang lebih kepada menyuarakan sikap yang dapat merepotkan pemerintah Kota. Jika tagar #makassartidakaman menjadi tranding topic dan bertahan dalam beberapa waktu, maka citra pemerintah kota Makassar akan negatif. Disisi lain, tagar #makassartidakaman bisa ditafsirkan sebagai sindiran atas kinerja aparat keamanan di Makassar.
Teror dan Sikap Kita Teror dan Sikap Kita Reviewed by Pondok Kanal on 1/21/2016 12:47:00 PM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.