Kritik Kazuo Shimogaki terhadap Kiri Islam dan Arti Kiri Islam Hassan Hanafi
Oleh
Buku ini merupakan karya Kazuo Shimogaki pemerhati Timur Tengah dari Institute of Middle East Studies International University Jepang, yang mengandung kritik atas kiri islam yang dikembangan Hassan Hanafi seorang pemikir islam dan guru besar pada Fakultas Filsafat Universitas Kairo yang menyerap banyak pengetahuan Barat. Kazuo mengkritik penggunaan istilah kiri oleh Hassan Hanafi yang sering kali disalahpahami sebagai “kafir” atau “ateis” namun kiri yang dimaksud Hassan Hanafi disini adalah konotasi untuk perlawanan dan kritisisme terhadap Barat yang merusak budaya bangsa ini. kritik yang dituankan terhadap Hassan Hanafi oleh Kazuo karena Hassan Hanafi mengonsentrasikan diri pada pemikiran Barat pra modern dan modern dan salah satu keprihatinan utama Hassan Hanafi adalah bagaimana melanjutkan proyeksi yang didesain untuk membuat dunia islam bergerak menuju pencerahan yang menyeluruh (Kazuo Shimogaki hal. 3).
Terlepas dari itu, Kazuo juga menengarai tiga wajah dalam rangka menetapkan pemikiran Hassan Hanafi. Wajah pertama, adalah sebagai seorang pemikir revolusioner. Wajah kedua, adalah seorang nasionalis sebagaimana Abduh. Dan wajah ketiga, adalah penerus Al- Afgahani seorang pendiri gerakan islam modern (Kazuo Shimogaki, hal 4). Tentu hal ini sangat bertolak belakang dengan sifat tradisionalisme yang menjadi arus utama pemikir islam itu sendiri. Sehingga Kazuo mengkritik pemikiran Hassan Hanafi lebih kurang modernis tapi hal itu tidak selalunya benar terutama karena Hassan Hanafi menggunakan analisis fenomenologis (sebuah studi dalam bidang filsafat yang mempelajari manusia sebagai sebuah fenomena) yang muncul di Barat untuk melawan modernisme. Selain itu sebagai pembaru pemikiran islam Hassan Hanafi mengunggulkan satu bagian dari khazanah islam yang berbasis pada rasionalisme (Khazuo Shimogaki, hal 5). Tentu hal ini tidak kompatibel dengan posmodernisme.
Pada bab selanjutnya, yang menjadi keprihatinan kiri islam adalah munculnya konflik yang terjadi antara dunia islam dan Barat yang telah menguasai dunia islam akibat modernisasi yang berakibat pada pembagian kelompok, yaitu si kaya dan si miskin. Disini tugas terberat bagi Hassan Hanafi adalah mentransformasikan bentuk-bentuk pengetahuan dari medernisme ke posmodernisme. Kedua kata itu merupakan aspek dari gerakan yang sama dan memiliki cara pendekatan yang berbeda terhadap kehidupan. Modernisme didasarkan pada penggunaan akal dan pikiran logis untuk memperoleh pengetahuan, disisi lain posmodernisme menentang penggunaan pemikiran logis. Maka dari itu untuk menyelarasakan umat islam perlu ajaran tauhid, sebagaimana dalam ajaran tauhid yang menurut Hassan Hanafi adalah langkah terbaik untuk membangun kembali peradaban islam yang telah dipengaruhi oleh kultural Barat terutama dalam hal budaya bangsa ini. Dan dalam ajaran tauhid itu sendiri adalah penolakan segala bentuk diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, kelas, garis keturunan, kekayaan dan kekuasaan.
Bab terakhir pada bagian I “batas-batas kiri islam” Hassan Hanafi tidak sedikit mendapat respon negatif dari para intelektual dan bisa dibilang tidak mendapat respon positif atas kiri islam yang diluncurkan. Salah satu tanggapan kritis datang dari seorang sarjana islam, yaitu Muhsin al-Mili yang mengatakan kiri islam adalah sebuah kekuatan pembaru dalam gerakan islam, ia mencoba menyingkirkan sikap negatif pada geraka islam kontemporer dibidang pemikira, kebudayaan, dan praktik tapi Hassan Hanafi dibatasi oleh teori, karena itu kiri islam tidak akan mampu memecahkan sikap negatif itu, bahkan lebih dari itu, ia justru ikut serta dalam membuat sikap negatif baru (Kazuo Shimogaki, hal 53).
Bagian II dari dari karya Kazuo Shimogaki “Arti Kiri Islam” merupakan pemikiran Hassan Hanafi itu sendiri. Di bagian ini kita akan diantarkan untuk melihat apa sebenarnya yang dimaksud dengan Kiri Islam, sebelum lebih lanjut membahas apa arti dari kiri islam itu sendiri , disini kita akan membahas kemunculan kiri islam yang dikatakan bahwa Kiri Islam itu muncul sebagai penyempurna agenda modern Islam yang mengungkap realitas dan tendensi sosial politik kaum muslimin. Kiri islam muncul bukan dari kehampaan, tetapi muncul setelah kekosongan dari agenda Al-Afghani mengalami krisis dalam melawan kolonialisme dan keterbelakangan yang sempat disinggung dibagian I. lanjut dari itu kiri islam mengikuti paradigma figh dan usul figh Maliki karena ia menggunakan pendekatan kemaslahatan (mashalih mursalah) serta membela kepentingan umat muslimin (Kazuo Shimongaki, hal 87).
Pada bagian ini Hassan Hanafi menjelaskan akan anacaman imperialisme kebudayaaan dengan cara menyerang kebudayaan dari dalam dan melepas afiliasi atas kebudayaanya sendiri, sehingga umat islam akan tercerabut dari akarnya dan digantikan dengan dominasi kebudayaan Barat. atas dasar inilah yang menimbulkan keterbelakangan dan ini juga salah satu alasan yang mendorong Hassan Hanafi meluncurkan istilah kiri islam sebagai bentuk perlawanan yang ditimbulkan kultural Barat dan untuk itu perlunya melokalisasi Barat, artinya mengembalikan Barat pada batas alamianya karena Barat dari awal berambisi menjadikan dirinya sebagai paradigma kemajuan bagi bangsa-bangsa lain.
Menurut Hassan Hanafi yang sempat disinggung juga pada bagian I, ada tiga ancaman bagi umat islam, yaitu imperialisme, zionisme, dan kapitalisme yang merupakan ancaman eksternal yang dapat menimbulkan ancaman internal seperti kemiskinan, ketertindasan dan keterbelakangan. Disini Hassan hanafi menerangkan sedikit tentang ketiga ancaman eksternal. Pertama, imperialisme adalah “perang salib baru”, kedua, zionisme masih menjadi ancaman laten bagi islam dan kaum muslimin, dan ketiga, kapitalisme yang mendatangkan dampak penindasan yang pada gilirannya mengakibatkan pemusatan otoritas di tangan pemilik modal (Kazuo Shimogaki, hal 113-114).
Memasuki bab akhir, Hassan Hanafi menuntun kita untuk memaknai agama sebagai revolusi. Dalam hal ini agama menjadi landasan dan revolusi merupakan tuntutan zaman dan agama juga menjadi subjek penelitian dalam ilmu sejarah agama-agama, sosiologi agama, dan ilmu politik (Kazuo Shimogaki, hal 118). Hassan Hanafi juga menjelaskan bahwa untuk mencapai transformasi sosial dan menjadikan Kiri Islam sebagai teologi pembebasan, maka yang dibutuhkan adalah terjadinya dialog antara berbagai macam kecenderungan pemikiran islam dengan menghindari konflik-konflik yang akan ditimbulkan pada saat berdialog.
***
No comments: