Pengertian
Partai politik sebagai alat perjuangan kelompok sosial tertentu, memiliki peran sentral dalam suatu negara. Karena itu, kehadiran partai politik adalah keniscayaan dalam sebuah negara yang demokratis. Ini dikarenakan partai politik sebagai institusi dibayangkan sebagai saluran bagi negosiasi kekuasaan antara masyarakat dan negara dengan menggunakan pemilihan umum sebagai alat untuk menduduki posisi kunci yang pada akhirnya menjadi tempat bagi negosiasi tersebut. Berbeda dengan kelompok kepentingan (inters group) dan kelompok penekan (pressure group) lainnya, sekalipun sama-sama dapat bertindak untuk menyalurkan aspirasi masyarakat, akan tetapi kedua kelompok ini tidak dapat terjun untuk berkompetisi dalam pemilu.
Untuk membedakan antara partai politik dan kelompok kepentingan lainnya yang menjadi kata kunci adalah bagaimana cara mereka memperlakukan kekuasaan. Ini dapat dilihat dengan cara bahwa partai politik dapat mempengaruhi jalannya pemerintahan dengan mengajukan calon-calon (kandidat) mereka untuk menempati jabatan publik. Sementara kelompok kepentingan lainnya hanya dapat mempengaruhi dan melakukan propaganda dalam hal usahanya mempengaruhi kebijakan suatu pemerintahanan (Pamungkas, 2011, h. 6-7; Gabriel A. Almond dalam Mas’oed dan MacAndrews, 2006, h. 53).
Lebih jelasnya, di bawah ini dipaparkan beberapa definisi partai politik. Namun sebelumnya perlu digaris bawahi bahwa definisi partai politik sangat beragam yang disebabkan oleh perbedaan dalam penekanannya. Ada yang menekankan pada aspek akar ideologi partai, ada yang menekankan partai sebagai alat untuk mendapatkan akses pemerintahan dan ada juga yang menekankan sebagai desain instrumen mediasi yang penting dalam mengorganisir dan menyederhanakan pilihan pemilih dalam mempengaruhi tindakan pemerintah (Pamungkas, 2011, h. 4-5).
Miriam Budiardjo mendefinisikan partai politik sebagai suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Sementara Carl J. Friedrich mendefinisikannya sebagai sekolompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini,memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil dan materiil. Sigmund Neumann mendefinisikannya sebagai organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan arau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda. Giovanni Sartori mendefinisikannya sebagai suatu kelompok politik yang mengikuti pemilihan umum dan mampu menempatkan calon-calonnya untuk menduduki jabatan-jabatan publik (Budiardjo, 2009, h. 403-405).
Sigit Pamungkas dalam bukunya Partai Politik: Teori dan Praktik di Indonesia (2011, h. 5) mendefinisikan partai politik sebagai sebuah organisasi untuk memperjuangkan nilai atau ideologi tertentu melalui penguasaan struktur kekuasaan di dalam pemilihan umum. Dari definisi tersebut setidaknya ada beberapa hal dapat dijelaskan. Pertama, sebagai organisasi maka partai politik merupakan entitas yang bekerja didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu seperti adanya kepemimpinan dan keanggotaan dan adanya aturan organisasi yang mengikat anggotanya. Disamping itu, juga memiliki program yang terencanan dan pengorganisasian sumber daya organisasi.
Kedua, sebagai instrumen perjuangan nilai atau ideologi. Nilai atau ideologi inilah yang mengikat kolektivitas individu dalam organisasi. Sehingga nilai atau ideologi berfungsi sebagai pemberi corak khusus organisasi dari organisasi lainnya, menjadi pisau analisis bagi organisasi dalam memahami realitas dan pada akhirnya ideologi berfungsi sebagai pemandu perilaku anggotanya. Ketiga, penguasaan struktur kekuasaan. Dengan demikian maka orientasi partai pada dasarnya adalah kekuasaan. Kekuasaan dibutuhkan untuk mempertahankan sekaligus menjalankan nilai atau ideologi yang dianut partai tersebut. Terakhir, sebagai instrumen untuk meraih kekuasaan. Sebagai alat untuk meraih kekuasaan maka partai harus mengikuti aturan main, misalnya seperti pemilihan umum.
Dari beragam definisi yang ada, maka partai politik pada hakikatnya adalah sebuah organisasi perjuangan nilai atau ideologi yang terorganisir untuk meraih kekuasaan.
Asal – Usul
Setelah kita mendapatkan gambaran umum terkait dengan definisi partai politik. Setidaknya kita juga mengetahui sejarah asal-usul partai politik itu sendiri dan bagaimana perkembangannya. Menurut Sartori sebagaimana dikutip Pamungkas (2011, h. 8 - 9), pada awal kehadiran partai politik mengundang sinisme banyak kalangan, karena kata partai (party) sering disamakan dengan kata faksi (faction). Faksi yang akar katanya berasal dari bahasa latin facere (melakukan, bertindak) dan factio untuk mengacu pada kelompok politik yang menyimpang kepada suatu focere yang memecah dan berbahaya. Jadi makna yang dibawa oleh akar kata latin ini mengacu pada kesombongan yang keterlaluan, perilaku yang lebih dan berbahaya. Sementara partai yang akar katanya dari partire memiliki arti membagi. Pada dasarnya istilah partai membawa gagasan tentang “bagian” (part).
Partai sebagai entitas yang kelahirannya mengundang sinisme, maka beberapa pandangan akan kehadiran partai politik menjadi masalah serius (oposisi/menolak kehadiran partai politik) dan ini bermula dari sejarah kelahiran partai politik itu sendiri. Huntington (2003; 478-479) menjelaskan oposisi ini menjadi tiga golongan; pertama, kaum konservatif. Kelompok ini menolak kehadiran partai politik dikarenakan partai politik dianggap sebagai ancaman terhadap struktur sosial yang telah mapan. Dimana masyarakat tradisional biasanya masih kuat pengaruh elit yang bersandarkan pada warisan, status sosial dan kepemilikan lahan. Sementara partai hadir, bukan hanya mendobrak tradisi melainkan melahirkan gagasan modernism yang melawan arus tradisional.
Kedua, kelompok administrator. Kelompok ini menolak kehadiran partai politik dikarenakan kehadiran partai menyebabkan perluasan wawasan partisipasi politik bagi masyarakat untuk terlibat dalam arena politik. Sementara kelompok administrator ini menghendaki agar pemerintahan berjalan secara efisien tanpa ada konflik. Nah, keterlibatan masyarakat secara luas akan membuka peluang konflik yang lebih besar. Namun, pada dasarnya kelompok ini menerimaa gagasan rasionalisasi struktur sosial dan ekonomi yang dibawa oleh partai politik, kecuali yang satu itu, keterlibatan secara luas partisipasi masyarakat.
Ketiga, kelompok populis. Kelompok ini menolak partisipasi politik diorganisir dalam sebuah struktur. Kelompok ini merupakan penganut paham Rousseau yang menekankan pada demokrasi langsung tanpa melalui partai politik. Argumentasi yang mereka bangun adalah bahwa struktur sosial yang telah ada, mampu menjembatani antara penguasa dan masyarakat. Akan tetapi kelompok ini tetap menerima gagasan partisipasi politik yang biasanya didengungkan oleh partai politik.
Secara umum, ada tiga teori yang menjelaskan asal-usul partai politik (Pamungkas, 2011, h. 10 – 13; Surbakti, 2010). Pertama, teori institusional (kelembagaan). Teori ini melihat bahwa ada korelasi antara kehadiran parlemen dengan lahirnya partai politik. Dengan demikian penekannannya adalah terletak pada adanya perluasan bertahap atas hak pilih dan transfigurasi dari badan-badan di parlemen. Menurut teori ini, partai politik dibentuk karena adanya kebutuhan jaringan komunikasi antara anggota parlemen dengan masyarakat. Sementara masyarakat yang tidak puas dengan partai yang dibentuk oleh parlemen, akan membentuk partai baru sebagai upaya untuk memperjuangan kepentingan mereka yang tidak diakomodir oleh partai yang dibentuk oleh parlemen (baca Duverger dalam Amal, 1996).
Kedua, teori historis. Teori ini menekankan pada krisis-krisis sistemis yang berkaitan dengan proses pembangunan bangsa. Krisis ini berkaitan dengan integrasi nasional, legitimasi dan tuntutan partisipasi yang kebih luas. Jadi menurut teori ini,partai politik terbentuk sebagai respon atas krisis politik yang terjadi. Ketiga, teori modernisasi pembangunan politik. Teori ini mengasumsikan bahwa hadirnya partai politik sebagai produk dari modernisasi sosial. Kelompok-kelompok sosial baru mencari akses yang lebih langsung untuk masuk dalam proses politik sebagai dampak dari industrialisasi.
Fungsi
Sebelum kita menyebutkan beberapa fungsi partai politik, perlu ditegaskan bahwa fungsi partai bersifat situsional. Artinya, fungsi partai politik berangkat dari realitas empirik dan melalui evolusi dalam rentang waktu yang panjang. Pada suatu kondisi tertentu, bisa saja partai menjalankan fungsinya demi penguatan sistem demokrasi, akan tetapi jika situasinya berubah maka bisa saja fungsi tadi tidak lagi digunakan atau ditinggalkan karena situasinya berbeda.
Pada kesempatan ini, kita akan merujuk pada tulisan Almond (dalam Mas,oed dan MacAndrews, 2006, h. 64) mengenai fungsi partai politik. Pertama, sebagai pelaksana sosialisasi politik. Sosialisasi politik ini dimaksudkan untuk mengarahkan pilihan-pilihan politik masyarakat sekaligus untuk menanamkan (indoktrinasi) ideologi politik partai kepada calon-calon pemilih agar tercipta sikap loyalitas yang kuat.
Kedua, wadah partisipasi politik. Artinya partai digunakan sebagai media bagi masyarakat untuk mempengaruhi proses dan keputusan politik. Ketiga, rekrutmen politik. Fungsi ini berkaitan dengan seleksi kepemimpinan baik untuk mengisi jabatan khusus dalam organisasi partai atau untuk kontestasi di dalam pemilihan umum dalam rangka menduduki jabatan politis. Keempat, komunikasi politik. Komunikasi politik dimaksudkan adalah penyampaian informasi, issu dan gagasan politik, baik dari pemerintah kepada masyarakat atau dari masyarakat kepada pemerintah.
Kelima, artikulasi kepentingan. Bagian ini berkaitan dengan bagaimana tuntutan-tuntutan masyarakat yang diserap oleh partai dapat diajukan kepada pemerintah. Keenam, agregasi kepentingan. Agregasi kepentingan merupakan cara bagaimana tuntutan-tuntutan dari beragam kelompok kepentingan digabungkan menjadi laternatif-alternatif kebijakan pemerintahan. Ketujuh, pembuatan kebijaksanaan. Biasanya partai pemenang akan membuat kebijakan politik terkait dengan kepentingan partainya, dalam hal ini terkait dengan program, nilai atau ideologi partainya.
Teori Partai Politik 1
Reviewed by Pondok Kanal
on
1/12/2016 03:49:00 PM
Rating:
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments: