Karir dan Aksi Politik Kahar Muzakkar (2)

2. Penyelesaian Andi Azis dan KGSS

Karir Kahar Muzakkar semakin gemilang, saat Markas Besar Tentara mengeluarkan surat penunjukan kepada Kahar Muzakkar sebagai Komandan Persiapan TRI Sulawesi dengan pangkat Letnan Kolonel. Kesempatan ini dimanfaatkan dengan baik oleh Kahar Muzakkar, dimana Ia mengirim pasukannya secara bergelombang ke Sulawesi sebagai persiapan TRI.

Foto :  news.okezone.com
Ketika terjadi reorganisasi pasukan yang berasal dari luar Jawa menjadi satu brigade tersendiri yaitu Brigade XVI, terjadi perdebatan menyangkut siapa yang akan menduduki Komandan. Ketika ditawarkan Letnan Kolonel Lembong sebagai komandan, Kahar Muzakkar menolak dengan keras. Akhirnya yang menjdai komandan Brigade XVI adalah Letnan Kolonel J.F. Warouw sementara Kahar Muzakkar menerima dengan setengah hati sebagai wakil. Pasca Agresi II Belanda, Kahar Muzakkar mengundurkan diri sebagai wakil. Setelah itu, Dia diberi tugas oleh Kolonel Bambang Soepeno untuk membentuk Komando Group Seberang dan Dia menjadi Komandan. Namun pada akhirnya, KGS ini dibubarkan dikemudian hari. Sejak saat itu Kahar Muzakkar menjadi perwira tanpa jabatan (Gonggong, 1992, h. 100-103). 

Pasca kemerdekaan Indonesia, dimasa-masa revolusi terjadi pergolakan diberbagai daerah. Di Jawa Barat terjadi pemberontakan yang dipelopori oleh SM. Kartosuwirjo dengan Darul Islamnya, sementara di Banda Aceh terjadi pemberontakan yang dipelopori oleh Daud Beureueh, begitupun di Kalimantan Selatan dipelopori oleh Ibnu Hajar, di Jawa Tengah dipelopori oleh Raden Fatah sementara di Sulawesi Selatan dipimpin oleh Andi Aziz dengan jargon Negara Indonesia Timur yang disinyalir Belanda terlibat dalam skenario politik berdarah tersebut dibawah perpanjangan tangannya Dr. Soumokil, yang terakhir mendirikan Republik Maluku Selatan.

Di Sulawesi Selatan, Pemerintah Pusat mengalami hambatan yang sangat berat. Disatu sisi menghadapi pemberontakan Andi Azis dan disisi lain Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan menuntut agar mereka dijadikan satu kesatuan dibawah payung Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang saat itu bernama Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS). Dalam upaya penyelesaian tersebut maka diutuslah Kahar Muzakkar ke Sulawesi Selatan.

Dengan perintah WKSU (Kol. B. Supeno) tanggal 13 Juni ’50 No. 686/SU/PH/50, OV. Mursito sebagai Inspektur Teritorial, membawa Kahar Muzakkar ke NIT untuk memberikan penjelasan kepada ex-pengikut-pengikutnya tentang maksud-maksud pemerintah buat menyelesaikan status mereka (Nasution, 1983, h. 348).

Sebenarnya, Kahar Muzakkar telah lama diminta oleh masyarakat Sulawesi Selatan. Ini dapat dilihat dari isi surat yang dikirim ke Menteri Pertahanan RIS yang tertanggal 16 Januari 1950 dan ditandatangani oleh Anggota TNI, yakni F. Pondaag, M. Arief dan R.S. Lugiman.


Kedatangan beliau itu ke Indonesia Timur sangat di ingini dan akan melantjarkan terbentuknja APRIS di Indonesia Timur,karena beliau itu mengetahui keadaan jang sebenarnja dalam ka-langan kaum pedjuang dan bekas tawanan:
menyampaikan permohonan:
Supaja sdr : Kahar Muzakar, selekas mungkin diperintahkan be-rangkat ke Indonesia Timur (Sulawesi) untuk memegang komando dalam perjuangan APRIS di Indonesia Timur (Lahade, 1949).

Kahar Muzakkar berangkat ke Sulawesi Selatan pada tanggal 22 April 1950 untuk merundingkan tuntutan KGSS dengan Markas Besar APRIS. Pada tanggal 18 Juni 1950 tiba di Makassar bersama wakil Letnan Bambang Supeno, Letnan Kolonel Mursito. Namun setelah berkeliling dan mendengarkan tuntutan para anggota KGSS, Kahar Muzakkar bersimpati atas nasib dan sikap mereka yang keras dan teguh pada pendirian mereka. Sebelumnya Kahar Muzakkar bersurat kepada Pemerintah Pusat, dimana Ia menulis tentang pandangan-pandangannya dalam penyelesaian KGSS di Sulawesi Selatan. Menurutnya yang perlu diperhatikan untuk Indonesia Timur secara umum adalah

Mengingat keadaan dan kedjadian2 pada waktu achir2 ini di Indonesia Timur, maka terdapat beberapa faktor jang sangat penting untuk diperhatikan oleh Pemerintah Pusat dan oleh pimpinan Angkatan Perang chususnja dipandang dari sudut politik psychologi, jaitu:
a. Tingkatan pendidikan, kebudajaan, dan kesadaran nasional suku2 bangsa di Indonesia Timur;
b. Kejakinan agama, adat-istiadat dan sifat2 pembawaan dari suku2 bangsa di Indonesia Timur;
c. Keadaan politik di Indonesia Timur sedjak tahun 1945 sampai dewasa ini. Dalam faktor2 tersebut diatas sungguh penting diperhatikan oleh jang berwadjib,...

Cornelis van Dijk (1983, h 158) dalam bukunya menyebutkan alasan-alasan bagi tuntutan gerilyawan bahwa:

...tiga alasan bagi tuntutan-tuntutan bekas gerilyawan. Pertama, ada brigade-brigade, atau bahkan divisi-divisi seluruhnya, yang juga terdiri dari orang-orang dari daerah yang bersangkutan dibagian lain Indonesia. Kedua, alasannya, jumlah pejuang gerilya di Sulawesi Selatan cukup tinggi – disebut angka 15.000 – untuk membentuk paling sedikit satu devisi yang memenuhi syarat-syarat untuk masuk ke dalam Angkatan Bersenjata, bahkan sesudah seleksi yang saksama. Ketiga, ditegaskan, tidak lebih dari layak bahwa para gerilyawan seharusnya diperlukan dengan cara yang sama sebagai bekas kesatuan KNIL, yang diterima dalam Tentara Republik, tanpa banyak tetek bengek dan birokrasi segala.

Kahar Muzakkar menyampaikan tuntutan KGSS kepada Kawilarang yang pada saat itu menjabat sebagai Panglima TT VII/Wirabuana Sulawesi Selatan, namun tuntutan itu ditolak oleh Kawilarang. Pada tanggal 1 Juli 1950 dalam suatu rapat yang juga dihadiri oleh Kahar Muzakkar, Panglima TT VII mengeluarkan dekrit yang dikenal Dekrit Kawilarang. Dekrit ini berisikan tentang pembubaran KGSS sebagai organisasi kelaskaran. Selesai rapat, Kahar Muzakkar meninggalkan tempat pertemuan tersebut dengan meletakkan tanda pangkat Letnan Kolonelnya dihadapan Kawilarang (Gonggong, 1992, h. 96).

Karir dan Aksi Politik Kahar Muzakkar (2) Karir dan Aksi Politik Kahar Muzakkar (2) Reviewed by Pondok Kanal on 1/19/2016 01:10:00 AM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.