Gafatar dan Kegagalan Negara

Oleh
Mino AS

Negara telah gagal memberikan jaminan rasa aman. Khususnya kepada warga negara yang telah menjadi minoritas. Pembakaran kampung dan pendiskriminasian Gafatar misalnya, menjadi satu potret negara telah gagal menyikapi perbedaan diatas pertiwi yang di bentuk dari heterogenitas sosial dan budaya.

Foto : warnaislam.or.id
Gafatar merupakan salah satu potret kecil dari organisasi sosial yang ada di Indonesia, sebagai salah satu gerakan sosial, Gafatar bukan hanya menjadi organisasi sosial tetapi oleh pengikutnya Gafatar menjadi satu alternatif alat perjuangan yang ditempuh masyarakat atas ketidakadilan oleh negara. Keberadaan gerakan sosial seperti Gafatar menjadi gerakan sosial alternatif yang sekaligus memberikan indikasi gagalnya pelembagaan aspirasi yang dilakukan oleh negara dan ironisnya disaat yang bersamaan akses yang kemudian tidak terjangkau oleh negara mampu dijangkau oleh gerakan sosial alternatif seperti pada Gafatar yang telah memberikan pendidikan secara berskala pada kelompok-kelompok tani. Namun oleh negara gerakan seperti ini dianggap sebagai kelompok radikal yang justru mengancam kedaulatan negara. 

Fenomena kekerasan negara atas Gafatar hanyalah satu contoh yang akhir-akhir ini marak menjadi buah bibir, namun terlepas dari itu bukan tidak mungkin Gafatar-Gafatar yang lain akan mendapatkan perlakukan yang sama ketika tidak seirama dengan keinginan negara. Pada kondisi demikian, negara nampaknya ingin melakukan penertiban terhadap gerakan sosial demi menciptakan iklim pasar yang kondusif dengan stabilitas sosial yang terkontrol.

Dalam perspektif kebijakan, fenomena Gafatar yang boleh dikatakan secara bersamaan mengapit isu terorisme adalah upaya untuk mendefenisikan fenomena sosial secara sepihak yang tentu saja memberikan implikasi terhadap negara. Kondisi sosial yang telah didefenisikan melalui media akan membentuk opini publik yang memudahkan negara mendapatkan legitimasi secara sosial.

Sejauh ini kita bisa berasumsi bahwa dari pendekatan kebijakan output dari isu Gafatar dan terorisme akan berimplikasi pada kebijakan. Kita bisa lihat beberapa hari setelah munculnya isu Gafatar dan terorisme yang kemudian tidak kalah pentingnya adalah isu tentang revisi undang-undang terorisme dan tentu saja kecurigaan selanjutnya adalah tentang rancangan undang-undang KAMNAS ( Keamanan Nasional ) yang tahun ini kembali dibahas di Program Legislasi Nasional (Prolegnas) setelah tahun 2012 lalu di tolak.

Fenomena Gafatar yang mengapit isu terorisme boleh jadi sebagai trigger, alasan yang bisa membenarkan desakan publik untuk segera merevisi undang-undang terorisme dan mengundangkan undang-undang KAMNAS atas dasar kondisi genting dan gawat terorisme. Tetapi disatu sisi kita bisa melihatnya sebagai motif ekonomi. Negara nampaknya ingin menciptakan dan memonopoli penyelenggaraan keamanan untuk menciptakan stabilitas politik dalam negeri dengan tujuan memberikan rasa aman dan jaminan atas modal investasi.

Implikasi sosial kekerasan negara terhadap Gafatar akan mereduksi secara perlahan semangat berdemokrasi masyarakat. Negara akan mengkhianati cita-cita dari reformasi yang harusnya dimaknai sebagai fase baru terhadap pengorganisasi sosial yang sebelumnya sangat ekslusi oleh Orde Baru. Selain itu secara politik, negara telah membatasi hak-hak politik masyarakat dengan menggunakan otoritasnya untuk mendefenisikan gerakan sosial dengan stigma yang radikal dan terlarang.

Fenomena Gafatar dan kemunculan berbagai organisasi sosial harusnya dimaknai oleh negara sebagai fase dari gerakan reformasi. Ketika organisasi sosial terus direduksi oleh negara melalui stigma-stigma negatif secara tidak lansung negara telah menanamkan konflik sosial di tengah-tengah masyarakat dan justru ini yang akan mengancam kedaualatan negara.

***
Gafatar dan Kegagalan Negara Gafatar dan Kegagalan Negara Reviewed by Pondok Kanal on 1/28/2016 10:49:00 AM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.