Abdul Qahhar Mudzakkar dikenal masyarakat luas sebagai pimpinan Darul Islam di Sulawesi Selatan atau yang populer dengan sebutan DI/TII. Tapi kali ini kita tidak akan membincang aksi politiknya mulai dari kontribusinya atas kemerdekaan Indonesia sampai sikapnya untuk memihak pada DI/TII yang gagas oleh Kartosuwirjo, melainkan memaparkan pemikirannya terkait dengan demokrasi.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEht5SMpN1MDWh8bGVaRhAsKGTTafQihZMPv1KsGQE7HbDBZGSmOUobsm72LfzYlbd1jF-eDknEsL1znDoldIZV0Pd_yiQTg3SRGTGfKHOWnrLqFMc6sEg2JFWwV4lZGovMNz5WQ3fPsMnK5/s200/kahar.jpg) |
Foto:
http://www.goodreads.com |
Abdul Qahhar Mudzakkar menilai bahwa terjadinya perpecahan antara sesama umat atau rakyat Indonesia tidak lain disebabkan oleh tidak tepatnya sistem pemerintahan Indonesia yang dijalankan oleh Soekarno. Sebagai konsekuensinya, maka negara harus menanggung gejolak bersenjata diberbagai daerah.
Abdul Qahhar Mudzakkar menganggap pemerintahan Soekarno sebagai pemerintahan yang tidak demokratis karena menggunakan kewenangannya sebagai kepala negara dengan berlebihan hingga tarik ulur anatara pemerintah dengan parlemen yang dikuasai partai politik tidak bisa terhindari.
Semuanya itu diakibatkan oleh ketidak mampuan Soekarno dalam mendefinisikan dan menafsirkan arti budaya, sosial dan demokrasi hingga berujung pada kediktatoran yang menguasai seluruh hajat orang banyak dan menyelewengkan kekuasaannya.
Kekalutan fikiran Sukarno dalam mentjari definisi Budaya, Social, dan Demokrasi inilah yang menjebabkan Sukarno melangkah sangat djauh menjesatkan Rakjat Indonesia dalam perdjoangan kemerdekaannja. Sukarno dengan gagah, tampan dan tjongkak, membanggakan kekuasaannja sebagai pemimpin jang berkuasa atas kedaulatan rakjat, jang diakuinja sendiri dari rakjat, oleh rakjat, untuk rakjat, pada hal kedaulatan rakjat itu kembali “diperkosa” dan ditelan oleh kekuasaannja seorang diri (Mudzakkar, 1999: 122).
Menurut Abdul Qahhar Mudzakkar, bahwa sepanjang manusia mencari arti demokrasi dengan tidak berpedoman kepada ajaran Tuhan, maka sepanjang itu pula tidak akan mendapatkan arti riilnya demokrasi malahan akan menjumpai kehancuran dan kekacauan. Abdul Qahhar Mudzakkar menyebut demokrasi demikian sebagai Demokrasi Ratio, demokrasi ini akan mengalami kemunduran sampai pada akhir kehancurannya karena tidak bersumber pada Tuhan. Sementara yang bersumber pada Tuhan adalah Demokrasi Sejati yang diajarkan Tuhan kepada manusia.
Dalam Konsepsi Negara Demokrasi Indonesia, sebelum Abdul Qahhar Mudzakkar menjelaskan lebih lanjut tentang apa itu Demokrasi Sejati, ia menyebutkan empat Demokrasi Ratio yang dilahirkan dari buah pemikiran manusia. Diantaranya:
- Liberal Democracy atau Demokrasi Liberal demokrasi parlementar, demokrasi Formil, jang lazim disebut Demokrasi Barat, karena dianut oleh Negara-Negara Dunia Barat pada umumnja.
- Dictatuur Democracy atau Demokrasi Rakjat, jang lazim disebut Demokrasi Timur, karena dianut oleh Negara-Negara dunia Timur pada umumnja dipelopori oleh Rusia-Komunis.
- Fascis Democracy atau Demorasi Nazi, jang dianut oleh Djerman dibawah pimpinan Hitler dimuka perang Dunia-II j.l.
- Social Democracy, atau Pre-Capitalism Democray, Premitive Democracy dan atau Demokrasi Sederhana jang dianut oleh beberapa negara di dunia dan ditjoba laksanakan oleh Sukarno dan golongannja di Indonesia dalam tjorak dan bentuk lain ala Demokrasi Terpimpin, mendekati Dictatuur Democracy (Komunistis) (Mudzakkar, 1999: 123).
Menurut Abdul Qahhar Mudzakkar bahwa keempat demokrasi diatas ditolak oleh Islam karena hanya mempertopeng “atas nama kedaulatan rakyat” padahal menurutnya justeru menghancurkan sendi-sendi kehidupan manusia.
Keempat macam Demokrasi Ratio tersebut diatas disangkal dan ditolak oleh Islam, sebab ke empat matjam demokrasi ratio itu pada hakekatnja hanjalah mempertopeng “ kedaulatan rakjat” tapi pada kenjataannja menghantjurkan perikemanusiaan. Keempat matjam Demokrasi Ratio itu ditolak oleh Islam karena tidak mempunjai pengertian tegas, apa sebenarnja arti kedaulatan bagi manusia, dan apa pula arti kekuasaan jang ada pada manusia itu (Mudzakkar, 1999: 124).
Setelah Abdul Qahhar Mudzakkar menjelaskan demokrasi ratio dalam bukunya Konsepsi Negara Demokrasi Indonesia, ia menjelaskan tentang Demokrasi Sejati. Namun sebelumnaya ia bertanya apakah demokrasi sejati itu? Lalu dijawabnya sendiri bahwa:
Demokrasi sedjati jang digariskan tuhan dalam Kitab Sutji Alqur’an tegas tandas menjatakan bahwa sebenarnja “kedaulatan” dan kekuasaan” itu mutlak ada pada Tuhan (Mudzakkar, 1999: 124).
Adapun bentuk wujud batas kedaulatan dalam Demokrasi Sejati ialah:
- Tuhan berdaulat, Tuhan bekuasa dan Tuhan mempunyai kedaulatan hukum atas segala segi hidup manusia. Kedaulatan hukum Tuhan itu diamanahkan kepada manusia berupa hukum pergaulan hidup manusia di muka bumi yang wajib dijalankan oleh manusia.
- Golongan manusia yang memerintah dianamakan ulil amri atau Pemerintah dimana sebagai pemegang kekuasaan Tuhan di muka bumi wajib menjalankan segala hukum Tuhan kepada masyarakat yang dipimpinnya serta memegang kendali atas negara.
- Golongan manusia yang diperintah atau rakyat dimana wajib menjalankan segala hukum Tuhan kepada masyarakat yang dipimpinnya serta memegang kendali atas negara.
Setelah Abdul Qahhar Mudzakkar mengemukakan konsepsinya atas kedaulatan dalam Demokrasi Sejati, Abdul Qahhar Mudzakkar menjelaskan sistem pemerintahan dalam Demokrasi Sejati. Dimana sistem pemerintahannya adalah pemerintahan presidensial yang dikepalai oleh seorang presiden dibantu oleh menteri-menteri dalam kabinet yang dipilih langsung oleh rakyat. Disamping itu, dibentuk juga Dewan Perwakilan Rakyar yang terdiri dari Dewan Rakyat dan Dewan Bangsa atau Senat. Begitupun juga dengan Negara Bagian.
Model inilah yang diyakini Abdul Qahhar Mudzakkar dapat menyelamatkan umat manusia.
..., maka saja pertjaja dengan sepenuh kejaqinan bahwa tidak ada satu pun sistim pemerintahan jang dapat menjelamatkan pergaulan hidup manisia dimuka bumi ini, dan di Indonesia chucusnja, selain dari pada sistim Demokrasi Sedjati (Mudzakkar, 1999: 129-130).
Untuk merealisasikan konsepnya, setelah beberapa pimpinan PRRI yang bergabung dengan NII kedalam PRI menyerahkan diri ke pangkuan Pemerintah Indonesia ditambah perbedaan pandangan antara dia dengan Kartosuwirjo, maka Abdul Qahhar Mudzakkar melakukan langkah-langkah demi mewujudkan sikap politiknya dengan mengadakan pertemuan atau konferensi yang disebut Pertemuan Urgensi Pejuang Islam Revolusioner ke-III (PUPIR III).
Untuk mewujudkan angan-angannya itu, Abdul Qahhar Mudzakkar mengorganisasikan suatu pertemuan di antara pengikutnya di Sulawesi Selatan, yaitu PUPIR III (Pertemuan Urgentie Pedjuang Islam Revolusioner Ke-III). Pertemuan itu diadakan di suatu tempat di Sulawesi Selatan pada tanggal 14 Mei 1962. Salah satu keputusan dari PUPIR III ialah membentuk suatu negaraa yang dinamakannya REPUBLIK PERSATUAN ISLAM INDONESIA (RPII) dan mengangkat Abdul Qahhar Mudzakkar sebagai “Pedjabat Chalifah” (Gonggong, 1992: 197).
Pada tanggal 10 Dzulhijjah 1381 H / 14 Mei 1962 secara resmi Abdul Qahhar Mudzakkar keluar dari Darul Islam dengan diproklamasikannya Republik Persatuan Islam Indonesia dan dia menjadi Khalifahnya. Abdul Qahhar Mudzakkar dengan negara Republik Persatuan Islam Indonesia secara terbuka mengakui bahwa bentuk negaranya adalah Khilafah yang ia sendiri samakan dengan Republik yang dipimpin oleh seorang Presiden.
***
Referensi
Mudzakkar, Abdul Qahhar. 1999. Konsepsi Negara Demokrasi Indonesia:Koreksi Pemikiran Politik Pemerintahan Soekarno. Jakarta: Madinah Press.
Gonggong, Anhar. 1992. Abdul Qahhar Mudzakkar: dari Patriot hingga Pemborontak. Cet. I; Jakarta: Grasindo.
No comments: