Pengertian
Istilah negara merupakan terjemahan dari beberapa kata asing, seperti: state (Inggris), staat (Belanda dan Jerman), atau etat (Prancis). Secara terminologi negara diartikan sebagai organisasi tertinggi diantara satu kelompok masyarakat yang memiliki cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam suatu kawasan dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat (Ubaedillah dan Rozak, 2008, h. 91).
Roger H. Soltau mendefinisikan negara sebagai agen (agency) atau kewenangan yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat. Sementara itu Harold J. Laski mendefinisikan negara sebagai suatu masyarakat yang terintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih berkuasa daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat(Budiardjo, 2009, h.48). Definisi Laski tidak jauh berbeda dengan pandangan Max Weber yang memahami negara sebagai organisasi pemaksa dan karena itu negara adalah satu-satunya lembaga yang memiliki keabsahan untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap warganya (Budiman,1996, h.6).
Tiga definisi terakhir di atas agaknya hanya bisa diterapkan pada masyarakat pedesaan atau masyarakat pengembara yang bentuk persatuan terikat dalam keluarga patriarki atau kepala keluarga. Menurut C.F. Strong (2008, h. 6), biasanya dalam masyarakat yang demikian tidak memiliki wilayah teritorial. Karena itu menurut Strong, wilayah teritorial menjadi syarat penting bagi pemerintahan politik yang sebenarnya. Ahli lain seperti Robert M. Maclver dan H.J.W. Hetherington di dalam mendefinisikan negara sangat menekankan masalah teritorial ini. Misalnya, Robert M. Maclver mendefinisikan negara sebagai asosiasi yang menyelenggarakan penertiban masyarakat di dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh pemerintah yang memiliki kekuasaan untuk memaksa (Budiardjo,2009, h. 49). Hehterington mendefinisikan negara sebagai institusi atau seperangkat institusi yang menyatukan penduduknya dalam suatu wilayah teritorial yang ditandai secara jelas di bawah otoritas tunggal untuk menjamin tercapainya tujuan dasar dan kondisi kehidupan bersama (Strong, 2008, h. 7).
Dari definisi beberapa pakar diatas, negara secara umum adalah suatu organisasi yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang dapat mengarahkan masyarakatnya untuk mencapai tujuan dan cita-cita bersama. Negara bisa juga diartikan sebagai organisasi raksasa yang memiliki kekuasaan tertinggi yang dibentuk oleh sekelompok orang atas kemauan, kesamaan nasib, latar belakang dan cita – cita untuk hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan dengan sistem hukum tertentu yang ditaati.
Teori Terbentuknya Negara
Ada beberapa teori yang menjelaskan asal mula terbentuknya negara, diantaranya; teori kontrak sosial, teori ketuhanan dan teori kekuasaan.
Teori Kontrak Sosial (Social Contract)
Teori kontrak sosial atau perjanjian masyarakat beranggapan bahwa negara dibentuk berdasarkan perjanjian-perjanjian masyarakat dalam tradisi sosial masyarakat (Ubaedillah dan Rozak, 2008, h. 93). Perjanjian-perjanjian ini bisa disebut sebagai kompromi-kompromi antara beberapa kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat. Penganut teori ini adalah Thomas Hobbes, John Lock dan JJ. Rousseau.
Dalam penjelasan Hobbes, manusia pada awalnya hidup secara alamiah dan penuh kekacauan, tanpa hukum, tanpa pemerintahan, tanpa ada ikatan-ikatan sosial diantara individu di dalamnya. Pada fase ini belum ada negara. Akibat kekacauan yang sering terjadi maka masyarakat bersepakat untuk menyerahkan hak-haknya pada seseorang atau satu institusi yang kemudian kita sebut sebagai negara.
Berbeda dengan pandangan Hobbes yang melihat kehidupan masyarakat alamiah sebagai situasi kacau; John Lock menganggap bahwa kehidupan alamiah adalah situasi yang damai, penuh komitmen yang baik dan setiap individu saling tolong menolong. Namun Lock tidak menafikan adanya potensi kekacauan dalam masyarakat alamiah jika tidak ada pemimpin atau satu institusi sosial yang mengikat dan mengatur semua individu di dalamnya. Berangkat dari itulah negara mutlak dibentuk.
Pandangan Rousseau yang dikenal sebagai peletak dasar bentuk negara yang kedaulatannya di tangan rakyat, berbeda dengan Hobbes dan Lock. Jika Hobbes dan Lock menyebutkan penyelenggara negara (pemerintah) termasuk bagian dari kontrak, maka bagi Rousseau pemerintah tidak memiliki dasar kontraktual, melainkan hanya sebagai penyelenggara yang dibentuk dan ditentukan oleh masyarakat yang berdaulat. Jadi sejatinya pemerintah hanyalah wakil-wakil dari rakyat yang berdaulat. Rousseau memandang bahwa hanya organisasi politiklah (negara) yang dibentuk melalui kontrak sosial.
Teori Ketuhanan (Teokrasi)
Teori ketuhanan pada intinya berpandangan bahwa munculnya negara disebabkan oleh adanya kehendak Tuhan dan karena itu pemimpin negara (raja) dipilih dan diberi kekuasaan oleh Tuhan. Barang siapa yang melakukan pembangkangan pada raja, maka sama artinya melakukan pembangkangan pada Tuhan. Hal inilah yang memberikan legitimasi atas kekuasaan raja sehingga raja cenderung otoriter dalam kepemimpinannya (Iddris, dkk, 2009, h. 133).
Menurut teori ini, karena kekuasaan raja diberikan langsung oleh Tuhan, maka raja tidak memiliki kewajiban untuk bertanggungjawab kepada rakyat dalam menjalankan kekuasaannya dan hanya bertanggungjawab kepada Tuhan semata.
Teori Kekuasaan (Kekuatan)
Teori kekuasaan mendasarkan pandangannya pada kekuatan. Dengan demikian negara terbentuk dari kompetisi antara kelompok satu dengan yang lainnya. Menurut teori ini, kekuatan menjadi pembenaran dari terbentuknya negara dengan logika bahwa orang-orang kuatlah yang pertama-tama mendirikan negara. Orang-orang yang memenangkan kompetisi, dengan kekuatannya dapat mengatur dan mengendalikan kelompok lain. Doktrin ini merupakan hasil dari kajian antropologis atas pertikaian dari kalangan suku-suku primitif, dimana pemenang menjadi penentu utama kehidupan suku yang dikalahkan (Iddris, dkk, 2009, h. 133).
Unsur Negara
Syarat berdirinya suatu negara harus memenuhi unsur–unsur negara. Adapun unsur-unsur negara adalah memiliki wilayah, rakyat, pemerintah dan pengakuan negara lain (Huda, 2010, h 34).
Wilayah, negara mempunyai tempat tersendiri diatas muka bumi yang mempunyai perbatasan dan kekuasaan atas wilayah tersebut, baik tanah, air maupun udara diangkasa.
Rakyat, setiap negara harus mempunyai rakyat dimana negara mempunyai kekuasaan dan kewenanangan atas rakyatnya.
Pemerintah, setiap negara mempunyai pemerintahan sendiri yang mengelolah dan berwenang untuk merumuskan dan melaksanakan keputusan-keputusan yang mengikat bagi seluruh rakyat yang mendiami negara tersebut.
Pengakuan negara lain, unsur ini bukan merupakan syarat mutlak dari suatu negara. Disebabkan karena unsur ini bukan merupakan pembentuk bagi badan negara.
Kedaulatan, setiap negara mutlak memiliki kedaulatan sebagi bentuk kekuasaan tertinggi untuk membuat undang-undang dan melaksanakannya dengan segala cara (Budiardjo, 2009, h. 54).
Teori Negara 1
Reviewed by Pondok Kanal
on
1/12/2016 02:34:00 PM
Rating:
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments: